Powered by Blogger.

cerpen romantis

Cerpen Romantis -  Sebuah cerita kadang menggambarkan suasana hati seseorang. Dalam suasana cinta hal yang tak bisa lepas darinya adalah suasana romantis. Seperti pada cerpen romantis, cerita pendek romantis ini berisi dan berkaitan dengan hal-hal yang romantis dalam percintaan.
Cerpen romantis cinta yang akan saya hadirkan berikut ini merupakan cerpen romantis yang bisa menjadi sebuah pelajaran dan sebagai motivasi diri.

CERPEN ROMANTIS

Cerpen romantis 

Cerpen romantis : 
HAPPY ENDING

Inikah rasanya dicomblangin
“duh, panas banget sih udara siang nhe” kata seorang gadis berambut panjang lurus, memakai kaos kaki pink yang sedang berdiri di tengah lapangan upacara.
“kekantin yuk, kayaknya disana ada yang jual es kelapa muda yang enak banget..” kataku membujuk temanku untuk belanja di kantin.
“ia, tapi kamu yang bayarin ya!!!” katanya padaku. “kok aku lagi bukannya kemarin udah aku yang beliin kamu bakso, trus juz semangka yang waktu nhe juga belum kamu bayar.” Jawabku padanya. “ ga, untuk karang kamu dulu yang bayar, besok-besok aku deh” katanya merayuku. “bukannya dari dulu kamu juga bilang kaya gitu?” kataku lagi. “ya, cepetin ntar kburu bel masuk lho!” katanya samil menarik tanganku menuju kantin sekolah.
Owh ya, aku Ayu, anak kelas XI IPA di salah satu SMA favorit di daerahku. Dan gadis itu temanku, namanya Cheshy, dia teman sekelasku. Ya bisa dibilang teman baik gitu deh. Aku kenal dia saat mos, itu karena kita sama-sama dihukum karena telat. and akhirnya sampai karang kita temenan baik deh. Meski gitu ga berarti semua sifatnya dia tu cocok ama aku. Diantara kita banyak sekali ada perbedaan, dan yang paliing aku benci dari dia adalah sifat pelit dan matrenya yang ga ketulungan. Setiap belanja pasti aku yang dapet giliran bayar. Dan untuk cowoknya, ga ada yang ekonominya menengah, apalagi menengah kebawah. Intinya semua diatas rata-rata. Biasa, namanya juga cwe matre.
Selain Cheshy, aku masih punya sahabat baik 1 lagi. Namanya Raditya. Tapi aku biasa panggil dia Adit. Dia temen baikku sejak aku duduk di bangku SD. Kebetulan SD,SMP, dan SMA kami sama jadi kami bisa sahabatan mungkin karena sering bareng. Cowo yang berbadan tinggi berisi, potongan rambut yang masa kini banget, ditambh kacamata tipis yang membuat dia menjadi incaran para gadis di sekolah ini. Tapi sayangnya, dia tu pelit banget. Seteh dihitung-hitung selama 10 tahun aku kenal sama dia, aku Cuma pernah ditraktir 3 kali. Itupun gara-gara aku menang taruhan ama dia.
“hey Yu,,, entar pulang sekolah aku tunggu di tempat biasa ya, aku mau curhat nhe!” sapa adit yang kebetulan lewat dikantin sekolah. “ ada apa sich dit?, kyaknya serius amat?” tanyaku penasaran. “ ya, makanya ntar kamu harus dateng, ok?” sambungnya lagi. “ya dech” jawabku singkat, sambil langsung menuju kekelas, karena bel masuk sudah berbunyi.

“kamu mau kemana yux? Buru-buru amat kayaknya?” Tanya Cheshy yang sedikit kebingungan. “ si Adit nyuruh aku ke taman belakang sekolah sebentar, katanya dia mau ngomong sesuatu.” Jawabku, lalu pergi meninggalkan kelas. “trus aku pulang ama siapa donk?” tanyanya lagi. “ naik taxi aja ya, aku ada urusan penting, da Cheshy” kataku sambil berlari.
“Hey, bengong aja nich? Dah lama nunggu ya?” tanyaku basa-basi, karena Aq dah telat 1jam. “pake nanya lagi, ga tau ya aku lumutan nunggu di sini”. Jawabnya dengan nada jengkel. “ia deh sory, td aq abis nyusul praktek kimia, sory ya?” jawabku membela diri. Tapi dia hanya diam. “ok kamu mau ngomong apa?” tanyaku membuka pembicaraan. “kamu tau kan seminggu lagi hari apa?” tanyanya padaku. “ hari sabu kan? Emangnya kenapa?” jawabku lagi. “ia tapi itu hari ulang tahunku, masak kamu lupa sich” sahutnya makin jengkel. “ aku inget kok, emank kenapa?” tanyaku lagi. “ aku mau bikin perayaan nhe, maklum sweet seventeen gitu loch!!”. Jawabnya mulai bersemangat.
“owh ya deh, kamu mau aku bantu apa?” tanyaku menawarkan diri. “bantuin aku nyiapin segala sesuatu tentang pesta. Kamu jadi bendaharanya deh!” jawab Adit. Lalu aku mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk pestanya Adit. Tapi memang sifat pelit yang sulit untuk dihilangkan, membuat aku sedikit jengkel. Gimana ga jengkel, dia nyuruh bikin pesta yang semeriah mungkin untuk ultahnya, tapi dana yang dikasi benar-benar sangat minim. Jamam sekarang udah ga ada barang dibawah rata-rata, semua harganya pasti mahal, apalagi dengan kwalitas bagus. Aku jadi heran padahal dia anak orang kaya, ortunya pun ga pernah batesin dia minta uang berapa, tapi kok dia pelit gini sich. Seingatku nhe, sebagian besar cewenya mutusin dia karena sifat pelitnya yang ga ketulungan.
Hari sabtu, tanggal  23 januari akhirnnya tiba juga. Hari ini hari ulang tahunnya Adit. Lega juga rasanya nyelesaiin tugas yang hasilnya memuaskan mesti dengan dana yang sangat minim. Tamu undangan sudah pada dateng, dan memenuhi ruang pesta. Kue ulang tahun yang sangat anggun sudah dihias dengan indah dan diletakkan dipojokan, kolam renang yang dihiasi puluhan lilin menambah keindahan pesta malam ini. Gaun-gaun yang indah memenuhi ruangan. Aku sudah dari tadi berada di pesta ini. Mengenakan gaun ungu dengan dandanan alami, kukira kecantikanku terpancar dengan sempurna malam ini. Dari kejauhan kulihat seorang gadis berbadan jangkung dengan gaun merah muda yang menambah keanggunan dirinya. Rambut yang dibiarkan tergerai dengan sedikit hiasan diatasnya,membuat gadis ini menjadi pusat perhatian di pesta ini.
“Ayux….” seru gadis itu. Lalu dia semakin mendekat dan wajahnya semakin kelihatan. “Cheshy?? Jadi itu kamu, ya ampun kamu cantik banget malam ini??” tanyaku pada Cheshy yang makin mendekat padaku. “Ia donk harus gini, disini kan banyak cowo-cowo cakep bin tajir, syapa tau ada yang kecantol, lumayan kan?” jawabnya padaku. Cheshy memang cantik, tapi itu hanya bagian luar saja. Inner beautynya belum bisa menyamai kecantikan parasnya. Tapi seperti apapun dia, dia adalah sahabatku, aku harus bisa menerima dia apa adanya.
Kue yang tadi berada di pojokan kini telah dibawa ke tengah-tengah keramaian, deket kolam. Bertanda ritual ulang tahun mau dimulai. “Ches, ke sana yux, dah mau mulai nhe!” ajakku pada Chesy, sambil menariknya menuju tempat tadi. Lagu ulang tahun terdengar dinyanyikan pada para undangan.pemotongan kue pertama, apa sich arti kue pertama, dan apa pentingnya kue itu. Meski potongan terakhir, sama aja kan itu kue. Terdengar tepuk tangan yang sangat meriah dari undangan yang langsung menyadarkanku dari lamunan. Ternyata Adit telah berdiri didepanku dan membawa sepotong kue. Kue  pertama, kenapa aku? Kenapa kue pertama harus ada maknanya. “potongan pertama ini buat sahabtku yang telah membuat acara semeriah ini untuk pesta ulang  tahunku” kata adit di depan para undangan. Owh jadi karena itu aku dapet kue pertama. Tapi kurasa sama saja.
Keesokan harinya setelah pulang sekolah, Adit nyuruh aku buat nemenin dia ke perpustakaan, kebetulan aku dan Cheshy memang ada rencana buat ke perpustakaan. Akhirnya kita pergi bertiga. Setelah lama di perpus, dan semua pada laper, akhirnya kita pergi untuk makan. Aku berfikir dalam hati, maknan ini syapa yang akan bayar. Cheshy si cewe matre pasti tetep beraksi untuk dapetin traktiran. Kalau Adit, ga mungkin banget, Dia kan pelit banget, bayarn aku beli permen 500 rupiah aja ga mau. Jangan-jangan mesti aku nhe yang bayarin mereka berdua. Setelah selesai makan datang pelayan yang membawakan tagihan. “Aku aja yang bayar!” kata Adit dan Cheshy berbarengan, sambil mengeluarkan dompet masing-masing. Dan hal itu membuat aku sedikit shok. Mimpi apa mereka semalam, sampai berubah 1800 gini. Setelah lama debat, akhirnya mereka mutusin sesuatu. “ kamu aja yang bayar ya yu!” katanya serempak lagi. “daripada kami rebut disini, mending kamu yang bayarin dulu deh” sambung Aditt. Baru aja seneng ngliat mereka berubah, tapi akhirnya disuruh bayarin juga.
Setiap hari seperti biasa aku jalan bareng ma cheshy, kadang-kadang ma Adit. Anehnya aku sahabatan ma Adit dan Cheshy, tapi kenapa Adit dan Cheshy ga bias akrab sampai karang. Setiap hari aku ngeliat Cheshy, aku merasa ada yang berbeda, kayaknya Cheshy naksir Adit nhe. Tapi bukan hanya Cheshy, Adit juga kayaknyya menyimpan perasaan sama Cheshy. Tapi mereka ga pernah cerita hal itu ke aku, apa ini hanya perasaanku aja ya. Tapi kufikir-fikir, masak sich mereka bisa bersatu dengan sifat yang sangat bertentangan. Saat aku sedang berjalan dengan Cheshy di taman, tiba-tiba kami bertemu Adit. Seperti biasa aku nyapa dia, tapi ga tau kenapa Cheshy tiba-tiba lari tanpa sebab. Aku ga mengerti apa yang terjadi.
Semakin hari aku merasa banyak keanehan yang terjadi antara mereka. Kenapa nhe dengan sahabatku. Lalu aku punya ide buat nyomblangin mereka berdua. Tapi apa mungkin ya??, ya aku coba aja deh. Tapi kayaknya aku perlu bantuan. lalu muncul sebuuah nama di benakku, Niko anak SOS 2 di sekolah ini, selain Adit, Niko juga merupakan cowok idaman cwe-cwe di skolah ini, mungkin karena dia kapten sepak bola.
Keesokan harinya, aku kekelas XI SOS 2, aku bertemu dengan Niko, lalu ngajak dia ngobrol di taman deket Padmasana sekolah. Aku ceritain semua keanehan antara Cheshy dengan Adit. Kebetulan Niko dan Adit temen sekelas, jadi Aku fikir minta bantuan ke dia adalah hal yang tepat. Rencana awal kami adalah membuat Cheshy sama Adit jalan bareng. Tapi biar kesannya ini merupakan kebetulan.

“Pulang sekolah makan yuk, di kafe Esthy??” ajakku pada Cheshy. “Hmm, Gimana ya??” jawab Cheshy.”Alah jangan sok nolak gitu deh, aku juga ingin ngomong serius nhe ma kamu” sambungku. “Ngomong apaan sich? Ya dech klo gitu” kata Cheshy setuju. Lalu pulang sekolah kami berdua langsung pergi ke kafe Esthy yang letaknya ga begitu jauh dari sekolah. Seperti biasa kami mesen es jeruk dan bakso. Beberapa saat setelah kami tiba di sana, Nampak Niko dateng sama Adit, dan akhirnya menghampiri kami. Mereka juga pesen es jeruk sama bakso. Kami makan bareng berempat.
“Owh ya Yu, kamu jadi mau pinjem novel Pertualangan Sudut Cinta?,” Tanya Niko kepadaku. Aku tau ini pasti salah satu dari rencana kami, kami pergi minjem novel dan ninggalin mereka berdua. “ia dech minjemnya dimana?” tanyaku pada Niko. “Deket sini ada tempat peminjaman novel” jawab Niko. “ya dech klo gitu, kita pergi sekarang” ajakku. “Aku pergi dulu ya Dit, Ches?” kata Niko pada mereka. Nampak wajah bingung dari kedua wajah mereka, mudah-mudahan aja mereka ga curiga. Lalu kami ninggalin mereka berdua. “jangan lama-lama ya!” kata Adit. “Sipz,Kalau dah selesai makan kami belum dateng, pulang duluan aja dah” jawab Niko ke Adit. Kami langsung ketempat peminjaman novel yan dibilang sana Niko. Tapi aku khawatir sama Cheshy dan Adit, kami ninggalin mereka berdua, tanpa bayarin makann yang kami makan tadi. Diantara mereka yang mau bayar siapa ya. Kalau Cheshy, pasti selalu minta traktiran. Tapi Adit ga bakal pernah mau ngeluarin uang buat bayarin orang lain. Ya terserah mereka deh, kalau mereka ga mau bayar, paling disuruh cuci piring ma petugas kafe, setidaknya itu bisa membuat mereka lebih deket. Setelah ketemu buku yang aku cari, aku ngajakin Niko untuk balik ke kafe tadi biar pulangnya bisa barengan. “Ga usah Ayu,biarnin aja mereka pulang berdua. Ntar aku yang nganter kamu pulang. Lagian rumahku satu jalur kok, jadi sekalian aja” kata Niko menolak ajakanku. “Ia juga sich, bikin sebanyak mungkin mereka jalan bareng, oke deh klo gitu kita pulang yuk!” sambungku ke Niko.
Aku menelfon Cheshy untuk ngasi tau mereka klo aku pulang duluan. Tapi HPnya ga aktif, aku telfon Adit HPnya juga ga aktif, perasaanku jadi ga enak, jangan-jangan ada sesuatu yang terjadi dengan mereka. Lalu aku bilang ke Niko untuk balik ke kafe tadi, aku mau mastiin mereka ga apa-apa. Dan kami akhirnya balik lagi ke kafe tadi. Tapi setelah aku sampai disana Adit dan Cheshy sudah tidak ada disana. “NIk, gimana nich, mereka ga ada?” kataku pada Niko. “Tenang Yu, mereka pasti baik-baik aja kok, coba kamu telfon ke rumahnya, mungkin mereka sudah nyampe rumah” kata Niko nenangin. Lalu aku coba untuk menelfon ke rumahnya Cheshy, tapi katanya Cheshy belum pulang. Begitu juga dengan Adit. Kemana ya mereka, fikirku dalam hati. Seketika HPku berbunyi, ternyata telfon dari Adit, dia bilang dia sudah nganterin Cheshy pulang, dan sekarang dia masih dalam perjalanan ke rumah. Setelah mendengar kabar itu, hatiku mulai tenang. “Ternyata mereka baik-baik saja, kita balik yuk Nik?” ajaku pada Niko. “ya deh klo gitu” jawab Niko dan dia nganterin aku pulang ke rumah.
Besoknya di sekolah aku dan Adit makan di kantin, lalu Niko dateng dan duduk didekatku. Tidak lama setelah Niko dateng Cheshy juga dateng dan dia duduk di dekat Adit, karena sudah tidak ada tempat lain lagi. “Hey Nik, kamu kok ngambil tempat dudukku?” Tanya Cheshy pada Niko. “aku juga bayar sekolah disini, jadi aku juga berhak donk duduk di bangku ini” jawab Niko. Ini pasti rencana Niko untuk nyomblangin mereka berdua. “o ya Yu, kamu dah selesai makan kan? Kemarin aku baru ketemu novel yang keren banget, kamu pasti suka. Liat yuk kekelasku” ajak Niko. “masak? Jadi penasaran, ya deh” jawabku. “harus sekarang? Aku kan belum makan?” sambung Cheshy. “kan masih ada Adit, Dit temenin Cheshy ya!” kataku pada Cheshy dan Adit. Aku dan Niko pergi ninggalin mereka,memang ga salah klo aku milih Niko buat bantuin aku nyomblangin mereka. Dia punya sejuta cara biar Cheshy sama Adit bareng terus.
“O ya Yu, ntar kamu ke pesta melam perpisahan ga?” Tanya Niko. “Ia donk, aku ga mau ngelewatin acara ini” jawabku. “klo gitu ikut aku” kata Niko sambil menarikku ke mobilnya. “kita mau kemana sich?” tanyaku. “ya nanti juga kamu bakal tau” kata Niko yang semakin membuatku penasaran. Ternyata Niko mengajakku ke toko perhiasan. Dia nyuruh aku milih kalung  yang paling aku suka. “Ntar malem akan ada yang ngungkapin perasaan di pesta malam perpisahan” kata Niko. Aku merasa bodoh sekali, kenapa ga kefikir sampai ke sini sich, ternyata Niko memang bener-bener luar biasa, dia sampai ngerencanaain acara buat mereka ngungkapin perasaannya. Bahkan sampai nyiapin kalung  segala. Bener-bener pemikiran yang keren.  “udah Yu?” tanyanya padaku, yang menyadarkan lamunanku. “owh ia, yang ini aja” kataku. “bungkus ya mbak” katanya pada petugas toko. “Nik, kok kalung saja sich? Liontinnya ga sekalian?” tanyaku pada Niko. Niko hanya tersenyum kepadaku. Apa sich rencana cowok ini ,fikirku dalam hati. Niko langsung mengajakku pergi setelah menganbil dua bungkusan dari pelayan toko. “kok dua?, yang satu lagi apa? bukannya tadi kita hanya memesan sepasang kalung?” tanyaku makin penasaran. Kembali sebuah senyuman yang menjawab pertanyaanku.
Di mobil aku hanya diam dengan rasa penasaranku. “masih penasaran yu? Agar ga penasaran terus, ntar kamu dateng ke pesta perpisahan dengan Cheshy. Disan akan ada jawabannya” kata Niko setelah sampai di depan rumahku. “hati-hati ya Nik” kataku. Lalu aku masuk ke dalam rumah, ternyata Adit sudah ada dikamarku. “kapan kamu kesini?” tanyaku ke Adit. “udah lama, bahkan dah sampe tidur” jawabnya. “kamu tadi kemana?” Tanya Adit. Ga mungkin aku bilang yang sebenernya, aku mau ini menjadi surprice buat mereka. “daripada kamu bengong, mending kamu mandi trus ikut aku?”sambungnya. Aku mandi, dan akhirnya pergi sama Adit. Ternyata Adit ngajak aku ke salon, katanya aku harus tampil cantik, biar ga malu-maluin dia ntar di pesta, dia juga milihin gaun yang aku pakai entar. Dan memang aku merasa bak Cinderella dengan gaun biru muda dengan hiasan pink dibagian bawahnya. Sepatu kaca indah menghiasi kakiku, serta rambut yang dibiarkan tergerai curly, dengan sedikit hiasan yang menambah keanggunanku pada malam ini. Aku ke pesta dengan Adit, Sesampainya di pesta Adit mengajakku ke tempat deket kolam yang berhiaskan lilin. Lagu yang sangat romantic terputar di pojok sana. Nampak seseorang dari kejauhan. Wajah yang sudah tidak asing lagi, Cheshy, tapi dia kesini dengan siapa?
Sesosok pria yang bertubuh tinggi kekar, berjalan mendekatiku. “Niko?” kataku. “ia, ini aku Niko. Kamu cantik sekali malam ini?” jawabnya. “ia donk, cpha dulu yang ngrias?” kata Adit yang membuatku bingung dengan kondisi ini. “seperti kataku tadi, malam ini akan ada yang mengungkapin perasaannya” sambung Niko. Aku menepi, dan membiarkan Adit dan Cheshy berada di tengah kerumunan. Tapi semua malah menepi dan membiarkan aku dan Niko berada di tengah kerumunan. “Malam ini aku rasa malam yang tepat buat aku ngungkapin perasaanku yang sudah lama aku pendam, kamu adalah wanita yang bisa membuatku merasakan indahnya dunia. Maukah kau menerima cintaku ini?” kata Niko didepan banyak orang. “’kalau kamu mau nerima cinta ini, panggilah Cheshy bersamamu, tapi kalau tidak, panggilah Adit bersamamu” sambung Niko. “Adit, aku kesini bersamamu jadi, mala mini aku memilih Cheshy untuk bersamaku, biar adil” kataku yang menandakan aku nrima cintanya Niko. Lalu Adit dating dan membawa sepasang kalung yang tadi aku pilih. Niko memasangkkan satu kalung di leherku, tapi sebelumnya dia memasangkan sebuah liontin yang indah. “ini adalah jawaban dari senyumanku tadi, aku sudah mempersiapkan liontinnya sejak dulu. Liontin hati dengan angka 2 ditengahnya serta huruf A dibagian depan dan N dibagian belakngnya. Yang berarti dua hati yang sekarang bersatu milik Ayu dan Niko” kata Niko.
Dan setelah melihat aku kebingungan dengan keadaan ini, mereka menjelaskan kalau ini adalah merupakan rencana mereka semua. Termasuk berpura-pura nyombalngin Adit dan cheshy, padahal semua yang dilakuin selama ini adalah untuk nyomblangin aku dan Niko.
Meski dengan keadaan bingung aku mau menerima cintanya Niko, karena Niko merupakan sesosok pria yang luar biasa, dia memiliki pemikiran yang brilian dan ide-ide yang mengejutkan, seperti caranya ngedeketin aku dan yang paling brilian adalah liontin yang dia jadikan penghias kalung jadian kami. Liontin hati dengan angka 2 ditengahnya Serta huruf A dibagian depan dan N dibagian belakang. Liontin yang sangat indah. Seindah kisah cinta kami.

Cerpen romantis :
MENUNGGU
Kau lirik jam tangan hitam yang melingkari pergelangan tangan kirimu dengan perasaan campur aduk. Kesal, bingung, gelisah. Kau perhatikan keadaan sekelilingmu. Sudah sepi. Kau bahkan lupa sudah berapa lama kau duduk terdiam seperti itu. Kau ingin segera beranjak pergi, kalau saja kau tidak ingat janjimu untuk menunggu.

Kaudengar derap langkah mendekat dan kaupalingkan wajahmu menuju sumber suara. Kaulihat dia, berdiri membungkuk sambil menopangkan kedua tangan di lututnya. Napasnya memburu, kau langsung tahu bahwa dia baru saja berlari.
„Ma, maaf aku terlambat!“ Susah payah dia mengucapkan kata-kata itu. Tampak olehmu butiran peluh yang meleleh di sisi kiri dan kanan wajahnya—tanda bahwa dia sangat lelah. Secara keseluruhan, jelas bahwa sosoknya saat itu terlihat menyedihkan. Namun kau terlalu kesal untuk bersimpati. Kau beranjak bangun dari posisi dudukmu dan berkata dengan nada sedingin es, „Cepatlah, aku mau pulang.“

Lewat ekor matamu, kaulihat dia menatapmu dengan sedih. Dia seka peluhnya dengan tangan, lalu mulai berjalan mendekatimu yang telah mendahuluinya.
„Sudah berapa lama kau menunggu?“ Tanyanya.
„Terlalu lama sampai-sampai aku lupa berapa lama persisnya.“
„Oh... Maafkan aku. Banyak hal yang harus aku selesaikan tadi...“
„Aku tahu.“
Hening. Hanya langkah kaki kalian yang terdengar. Kau tenggelam dalam kekesalanmu sementara ia tenggelam dalam penyesalannya. Kalau saja ini bukan hari terakhir kalian bertemu, kau pasti sudah menolak mentah-mentah untuk menungguinya. Berpisah selama seminggu bukanlah waktu yang singkat. Sudah bisa kaubayangkan bagaimana sepinya harimu tanpa dirinya.

Tak terasa kalian berdua sudah sampai di depan pintu rumahmu. Beginilah rutinitas kalian—kau menungguinya pulang dari kegiatan klub, kemudian dia akan mengantarmu pulang. Kau masih terlalu kesal untuk berbicara padanya, karena itu kau langsung menghambur masuk ke pekarangah rumah. Namun dia lebih cepat. Dicekalnya lenganmu, membuatmu mau tak mau membalikkan badan dan menatap wajahnya.
„Aku akan berangkat besok. Ingatkah kau?“ Tanyanya lirih. Mungkin cuma perasaanmu saja, tapi kaulihat sepasang matanya tengah berkaca-kaca.
„Tak mungkin kulupakan.“ Jawabmu ketus.

Dia longgarkan cekalan tangannya, lalu ganti menggenggam lembut tanganmu.
„Aku tahu kau masih marah padaku. Tapi kumohon, doakanlah aku. Tanpa itu, aku tak akan berhasil.“ Pintanya.

Kau menelan ludah. Hati kecilmu merasa iba, tapi egomu terasa lebih nyata. Rasa pedih di dadamu akibat merasa diabaikan kembali menyerang. Kau kembali teringat bagaimana sepinya tadi saat kau sedang menungguinya. Teringat entah berapa janji bertemu yang kalian batalkan, hanya karena dia sibuk mempersiapkan diri untuk kegiatan klubnya. Juga belasan panggilan tak terjawab dan pesan singkat tak terbalas yang kau alamatkan pada nomor ponselnya.
„Akan kudoakan sebelum tidur nanti.“

Mendengar itu, dia tersenyum. Dia mendekat, lalu dikecupnya keningmu dengan lembut, seperti yang biasa dilakukannya.
„Tunggu aku, ya. Aku akan sangat merindukanmu.“
Kau mendesah. Lagi-lagi dia memintamu menunggu.
***

Kau tak pernah merasa terguncang ini sebelumnya.
Pertama kali diberitahu lewat telepon, kau hanya terpaku, sementara temanmu menangis tersedu-sedu. Kau tak bisa memercayai pendengaranmu sendiri. Tak mungkin, tak mungkin dia mengalami hal seburuk itu. Sudah sering dia bepergian untuk hal semacam ini, dan selalu pulang kembali dengan selamat. Dia akan memelukmu begitu kalian bertemu, dan kemudian menceritakan pengalamannya dengan penuh semangat...

Namun kini, kau hanya bisa melihatnya berbaring tak berdaya. Selang dan kabel-kabel entah apa saling menyilang, seolah memperumit keadaan. Monitor di sampingnya tidak banyak membantu, hanya mengeluarkan bunyi pelan sembari menampilkan gambaran serupa bukit bergerigi. Itukah yang disebut elektrokardiogram? Atau elektrokardiograf? Kau berusaha mengingat-ingat apa yang pernah dikatakannya tempo hari mengenai benda itu, tapi tak mampu. Yang kauingat hanyalah sikap egoismu sehari sebelum keberangkatannya, serta kealpaanmu untuk mendoakan keselamatan dan keberhasilan untuknya.
Oh Tuhan, apa yang telah kulakukan?

Kau teringat peluhnya yang menetes kala ia berlari menghampirimu hari itu. Kini, airmatamulah yang menetes tak henti-henti. Teringat pada genggaman lembut tangannya saat dia memintamu mendoakannya. Kini, tangan itu hanya mampu tergolek lemah di sisi tubuhnya.
„Maafkan aku, maafkan aku.“ Tangismu.

Seolah mampu mendengar ratapanmu, tangan lemah itu bergerak pelan. Diikuti kedua matanya yang perlahan membuka. Mata kalian saling bertatapan.
„Kau... menangis?“

Tangan itu menyentuh pelan sisi wajahmu, lalu mengusap airmata yang meleleh. Susah payah dia tersenyum.
„Aku... sudah menunggumu.“
Kau terkesiap. Sesuatu, entah apa, telah membuka mata hatimu. Selama ini bukan dirimulah yang menunggu, melainkan dirinya. Kau memang menungguinya pulang dari kegiatan klub selama berjam-jam, tetapi dia sudah menunggu hampir berbulan-bulan akan datangnya perhatian dan pengertian dari dirimu. Baru sekarang kau ingat, tak pernah sekalipun kau menyemangatinya, memastikan dirinya makan dengan teratur, atau bahkan sekedar menyeka peluhnya yang menetes kala rasa lelah seusai belajar menyergap dirinya. Tak pernah ingat kau berdoa untuk kesuksesannya, kala ia tengah berjuang demi masa depannya. Namun begitu, dia tak pernah mengeluh padamu. Justru kaulah yang selalu bersikap egois dan bertingkah konyol. Dan yang kau dapat adalah senyuman manis dan sebuah kecupan di kening.

Tangismu meledak. Kau genggam tangannya erat-erat seolah tak sudi melepaskannya.
„Aku tak akan meninggalkanmu. Aku akan menunggu sampai kapanpun.“
„Aku tahu.“
 
Cerpen romantis:
Life of Love
“Khalyca…!! Seru seorang gadis berjilbab yang manis, dia adalah Lona adik dari Bagas, mantan ku.
“Lona… ada apa…?? Tanyaku datar.
“Ada titipan dari Mas Bagas..!! katanya sambil menyodorkan sebuah amplop.
“Kenapa gak dia sendiri yang kasih..!! ujarku
“Klo itu aku gak tahu..!! jawabnya bingung
“Ya udah…thanks ya..!! sambungku dan ingin beranjak pergi tapi lona menahanku.
“Gak ada kesempatan lagi untuk Mas Bagas Khal..?? tanyanya. Aku menggeleng pelan, tak perlu kata-kata untuk menjawabnya, akupun bergegas meninggalkan Lona.

Kepalaku benar-benar penat, masalah skripsi belum selesai, masalahku dengan Bagas seakan berlarut-larut. Terlebih rongrongannya untuk meminta maaf dan kembali diberi kesempatan. Tapi pintu kesempatan itu telah tertutup rapat, kuncinya sudah aku lempar ke samudera pasifik, kalau memang berjodoh biar Tsunami yang menghantarkannya kehadapanku.  
 
Mataku terpejam, pikiranku terasa rileks, jari jemari Mba Wati, creambathners di salon langgananku ini memang tokcer melancarkan aliran darah di kepala dan leher ku, benar-benar menenangkan. Tak terasa 2 jam sudah aku memanjakan diri di salon langgananku, perutku telah mengajakku untuk segera beranjak dari salon dan meminta jatahnya. Ku lirik jam di lengan kiri ku, sudah jam 5 sore, dan aku belum makan siang…pantas saja.

Aku bergegas mengejar lift, beruntung masih ada kesempatan.
“Lantai berapa Mba..?? Tanya Liftboy nya
“Dasar mas…!! Jawab ku tanpa menoleh ke arahnya dan menatap asik ke luar kaca lift yang transparan. Namun…tiba-tiba…lift berhenti mendadak, dan….
“kenapa Mas…?? Tanya ku panic, karena begitu melihat sekeliling, didalam lift itu hanya aku dan si liftboy.
“Maaf Mba, liftnya mati..!! jawabnya. Ia pun mengambil tindakkan memberitahu teman-temannya. Benar saja, ke dua lift mendadak mati, jadi bukan hanya aku saja yang terjebak dalam situasi ini, di lift satu lagi juga sama, hanya saja mungkin bukan aku seorang yang berada di lift ini.

Aku berusaha tenang sambil memperhatikan liftboy ini, “Ganteng….!! Ujarku dalam hati. Ku stop intermezzo itu, kini yang kupikirkan, akan memakan waktu berapa lama terjebaknya, karena aku sudah kelaparan.
Sambil duduk di lantai lift, ku keluarkan surat dari Bagas yang tadi Lona kasih di kampus. Tersenyum sinis aku membacanya, ku remas-remas surat itu dan melemparnya ke pojokkan, nyaris mengenai liftboy tersebut dan aku tak perduli, ku buang pandanganku ke luar kaca, banyak orang yang memperhatikan keadaan ku. Tiba-tiba lift bergerak turun, mengagetkan, walau hanya sekejap tapi benar-benar membuatku takut dan reflex berpindah duduk kesebelah si liftboy, merangkul lengannya, setidaknya kalau sampai kenapa-kenapa ada seseorang yang akan melindungiku.
“Pegangnnya sudah bisa di lepas ko, gak apa-apa..!! katanya menenangkan ku, aku mendongak, mata kita bertemu, ada yang menjalar aneh ditubuh ku, buru-buru ku lepas pegangannku, dan menggeser duduk ku, hanya sedikit tidak menjauh.

Kembali ku menatap ke luar kaca, cukup lama hingga aku tersadar, sepertinya si liftboy itu tengah menatapku.
“Kenapa… ada yang aneh…?? Tanyaku, ia menggeleng.
“Kenapa ngeliatnya begitu..!! sambungku
“I think I like you…!! Jawabnya tanpa basa-basi, dan aku yang mendengarnya hanya bisa memasang wajah melongo.

“Makasih..!! balasku sekenanya, pikirku alamat gak beres nih, rayuan najong… tapi kok sepertinya pipi ku menyemu. Ku akui… secara fisik akupun tertarik.
Ia tidak menjawab, ia hanya menundukkan wajahnya. Dan dengan curi-curi pandang, aku memperhatikannya dengan seksama setiap sudut garis tegas badannya. Cukup lama aku memperhatikannya, dan tidak dapat mengelak tatkala mata kami kembali bertemu pandang, ada yang hangat menjalar dihatiku, nyaman…..

Tiba-tiba ia menggeser duduknya mendekati ku, ia memiringkan kepalanya menatapku, wajahnya tepat di hadapanku, ia begitu cakep, matanya….hidungnya…bibir tipisnya….
“Do you believe with love at the 1st sight…?? Katanya. Aku tidak bisa menjawab. Seperti tersihir, bahkan ketika ia menyentuh ku dengan lembut, aku tidak marah, ini bukan pengalaman pertamaku, tapi baru kali ini perasaan aneh itu menyergap ku, entah apa….
“Maaf…!! Ujarnya.

Aku melirik nametagnya “Radit…!! Ucapku pelan dan iapun mengangguk.
“Namamu…?? Tanyanya, aku menggeleng pelan dan tersenyum.
“If it called with love at the 1st sight, I agree with you, coz I feel it too, but… let the time will answer it, if we have our destiny… I believe we will meets again, but if there is no time for us, just asked this with cute lust…and it will be our story… will you…!! Kataku. Radit mengangguk setuju, dan bersamaan itu lift kembali berjalan normal.
Kamipun berdiri saling tatap, ini akan menjadi pertemuan pertama dan mungkin terakhir. Dan ketika kerumunan orang-orang menyambut kami, akupun menghilang meninggalkannya yang masih menatapku. “Sweet Lust” batinku.

Beberapa tahun kemudian.
“Jangan sampai gak datang ya say…!! Kata Martina mengingatkan ku atas jadwal reuni pekan ini. Reuni SMA. Sebenarnya aku enggan datang, karena akan bertemu dengan beberapa mantanku dan bertemu teman-teman yang sudah mempunyai pasangan bahkan momongan, sementara itu belakangan ini aku masih menjomblo, nyaris 4tahun.. bukannya gak mau buka diri semenjak putus dari Bagas, tapi..hatiku telah tertambat dengan si liftboy itu dan masih berharap dapat dipertemukan kembali, rasanya seperti baru kemarin.

Aku bergegas mempercepat langkahku, sepertinya aku melihat wajah yang aku rindui, beruntung aku masih bias mengejarnya, tapi aku keserimpet sepatu sendiri, alhasil aku ikut masuk lift dengan nyungsep dan berada di dada seseorang, begitu ku dongakkan kepala ku, bibirku bergumam “Radit..!! desisku. Yang ku tabrak menatapku, ada semburat senang disana, tapi tiba-tiba hilang begitu terdengar suatu suara.
“Khalyca..!! kata gadis berjilbab itu riang, aku terlihat shock.
“Lona…!! Jawabku
“Ya ampun… apa kabar, sudah lama gak ketemu, semenjak lulus kan!! Katanya riang, aku ikut mengangguk senang.
“Kirain gak ikut reuni..!! sambungnya lagi
“Ikutlah…!! Balas ku
“Mas Bagas juga ikut, nanti dia nyusul..!! katanya lagi, aku Cuma nyengir kuda. Percakapan itu terhenti sesaat, karena kita sudah tiba di lantai yang di tuju.
“Oh ya Khal, kenalin…cowokku…!! Kata Lona dan mengenalkan sosok yang aku kejar-kejar tadi
“Radit..!! katanya mantap
“Khalyca..!! balasku dan menjabat tangannya erat
“Kok dating sendirian Khal..?? Tanya Lona. Sumpah…. Gak perlu gue jawab kali klo gue jomblo.
“Gak apa-apa, nanti juga ada mas Bagas, masih jomblo loh semenjak putus dulu..!! katanya, lagi-lagi aku gak menjawabnya, aku hanya tersenyum garing. Ingin rasanya segera tiba di tempat reunion, suasana disini sudah tidak kondusif kalo kata berita, terlebih ada rasa kecewa yang melanda, penantianku ternyata sia-sia, kenapa juga di pertemukan kembali saat dia sudah mempunya pasangan, dan kenapa mesti Lona…. Sebel….

Di reuni ini, ku akui, aku tidak bias melepaskan pandanganku dari Lona dan Radit. Lona mengenalkan Radit kesemua teman-teman, makin tipis saja kesempatanku untuk bias bersamanya, lagi melamun tiba-tiba…
“Hai Khalyca..apa kabar..lama gak ketemu..!! sapa suatu suara, terdengar tidak asing dan itu adalah Bagas.
“Oh..hei…Hai…!! balasku kikuk
“Sendirian…?? Tanyanya
“Nggak…sama teman, lagi ke toilet..!! bohongku
“Ketemu Lona…?? Tanyanya
“Iya..tuh disana sama pacarnya..!! jawabku
“Pacar… kok dia gak pernah cerita sama gue..!! kata Bagas waspada
“Biarin aja kali, udah gede juga..!! balasku
“Gak bias gitu dong, sebagai kakak gue harus tau..!! kata Bagas dan mengajakku menghampiri Lona, apa coba maksudnya ngajak gue kesana. Lona memperkenalkan Radit ke Bagas, dan tanpa di komando Lona pun berkoar-koar di depan Radit tentang kisah aku dan Bagas dulu, enggan menimpalinya, aku pun pamit dari hadapan mereka.

Aku tengah mengobrol bersama teman-teman ketika aku melihat sosok Radit berjalan ke arahku, tiba-tiba lampu padam.
“Khalyca..!! panggil suatu suara
“Iya..!! jawabku bingung. Dan dengan disertai temaramnya lampu café, aku melihat bayangan mendekat kea rah ku, menyentuh pipiku dan sebelum bayangan itu menyentuhku, ia mengucapkan “I miss you..!!
Aku dapat merasakan lampu telah kembali menyala, namun aku enggan membuka mataku, aku takut perasaan ini ikut menghilang di terpa sinar lampu. Namun ketika sentuhan lembut itu berakhir dan begitu aku membuka mataku, tak kuasa akupun terkejut, sama terkejutnya dengan teman-teman di sekelilingku.

PLAKKK…!! Dengan sukses Lona menampar wajahku, ia terlihat kesal dan marah sekali sama aku dan Radit, lalu beranjak dari pesta dengan berlinang airmata. Namun Radit masih disisiku, membelaku dari perlakuan Lona tadi.
“Selesain dulu masalah kamu sama Lona..it’s just a lust Radit..!! ujarku sambil meringis sakit
“You’re lying ... I can feel it, it’s not just a lust, and you can feel itu too right…?? Katanya mencari kebenaran
“Keadaannya berbeda sekarang Dit, kamu sudah punya Lona, mungkin saat itu juga kamu gak single, dan aku mohon banget sama kamu, jangan main-main sama perasaan perempuan Dit..!! kataku
“Nggak… aku sama dia gak ada apa-apa, he asked me to accompany her, we’re just friend..!! bela Radit, berusaha meyakinkan aku. Tiba-tiba Bgas dating dan menonjok Radit sampai bibirnya pecah.
“Itu untuk adik gue dank arena lu udah berani mencium Lyca..!! marah Bagas. Kalau saja teman-teman yang lain tidak memisahkan mereka, sudah bias di pastikan café ini akan porak poranda di terpa angin putting beliung….

Aku berlari keluar dari café dengan diiringi tatapan menyelidik, benar-benar menyiksaku, benar-benar gak habis piker dengan kejadian tadi, tapi aku juga tidak bias menyangkal, sentuhan lembut itu rasanya masih sama dengan 4 tahun yang lalu, tidak berubah…
“Tunggu..!! seru Radit sambil menahan pintu lift yang akan menutup, dan kini ia berada didalamnya bersama aku.

Kami saling terdiam dan menatap sejenak, sebelum lagi-lagi…lift mati.
“Kebetulan atau takdir..!! kata Radit. Ini mengingatkan aku kembali akan kejadian 4 tahun silam, di lift, berdua…
“Khalyca… kamu percaya akukan, aku dan lona ga ada hubungan apa-apa, for several years I always praying, if I have a chance to meet you, I want you to know about my feels, selama 4th aku selalu menunggu hari ini,ketemu kamu lagi dan bilang kalau aku sayang kamu… it’s sounds silly… but it’s tue, my heart tou yo it’s true…can you feel it…!! Kata Radit berusaha meyakinkan ku
“Gimana kalau kita tetap tidak bertemu, gak ada factor kesengajaan di takdir kita, terus kamu mau ngapain, mau tetap nungguin aku, atau kamu menikah dengan orang lain diluar sana, kenapa sih kamu gak anggap kita tidak pernah bertemu, atau menganggap kejadian itu Cuma intermezzo dikehidupan kamu.!! jawabku.
“I told to my heart, if in 5 years I still cannot found you, I will forget you, but God have another plains for us, you are here right now… and I want to purpose you, Khalyca will you be my last , disisiku hingga maut memisahkan kita, mau..?? kata Radit, aku melongo dibuatnya
“kamu ngelamar aku, disini, oh God… so romantic, but…no Radit…no….!! ujarku, terlihat wajah Radit yang memucat mendengar jawaban ku
“What do you expect from me Lyca, am I not good enough to stand beside you..?? tanyanya lagi
“Radit.. I even don’t know anything about you..!!
“Simple, just hold your hand, see in your glances, and I know you belong with me..!! katanya, hatiku mulai melumer mendengarnya.

“Khalyca..!! kata Radit dan bersimpuh didepanku, diikuti mata para penonton yang melihat kami dari luar kaca lift, seperti lagi nonton adegan film, live.
“Maukah kamu menikah dengan ku, untuk cinta pada pandangan pertama, maukah kamu menjadi istriku, ibu dari anak-anakku, dan maukah kamu mencintaiku segenap jiwamu, karena aku begitu, I do loves you… will you..?! Kata Radit. Aku mencari kseunguhan di kalimatnya Radit, aku juga tidak bias pungkiri kalau selama 4tahun ini aku berharap bertemu dengan Radit, penantianku tidak sia-sia.
Aku mengangguk pasti “I do…!! Jawabku. Radit langsung berdiri dan reflex memelukku erat, ia mengacungkan tangan ke udara seperti seorang juara, lucunya lagi para penonton di luar sana ikut bertepuk tangan bahagia. Aku menatap Radit bahagia, aku bias melihatnya menitikkan airmata bahagia disana.
“I love you…!! Ujarnya sebelum kembali ia menyentuh ku lembut.
 
Cerpen romantis :
Pelangi di Malam Hari
 
 
Setiap nafas yang kurasakan aku selalu merindukan pelangiku, selalu mencari-cari segalanya yang kubutuhkan darinya. Cintanya.
Dialah pelangiku karena tak seorangpun bisa menyentuhnya selain aku. Tak ada seorangpun yang diperbolehkannya untuk sekedar meliriknya. Ia selalu mengatakan bahwa ia adalah milikku.
Pelangi...
Malam itu aku kembali dalam heningku. Kucoba meraba-raba lorong imajinasiku untuk hanya sekedar mendambanya ada disampingku. Aku kosong dan tak berarah sekarang.
"Ernest!" Suara itu tak asing lagi bagiku,
"Masuklah!" Jawabku dan kubiarkan Pelangi masuk ke dalam kamarku.
"Kamu udah minum obatnya?" tanya Pelangi kepadaku. Iya, dia adalah dokterku.
"Udah kok." kataku, pelan seperti biasa, pelan dan lemah.
"Hanya memastikan kamu minum obatnya. Gimana hari ini?" Senyumannya mulai terkembang perlahan,
"Biasa aja Lan."
"Lain kali kamu jalan-jalan aja disekitar rumah sakit! Kan bisa ditemenin pacar kamu. Siapa namanya?"
"Bintang." Jawabku datar,
"Iya-iya, Bintang."
"Males Lan, aku maunya sama kamu!" Aku mulai meminta dan kulihat wajah pelangi berubah menjadi kemerahan, dan ia terlihat malu-malu. Aku tak mau lagi bersama Bintang, terakhir kali Justin, sahabatku memergokinya sedang selingkuh. Aku percaya karena ia tak pernah melupakan bukti di setiap kasus. Sungguh ironis bagiku. Sekarang yang penting aku dan Pelangi. Tidak ada satupun orang yang menggantikannya. 
 
Dulu aku dan Pelangi pernah menjadi sepasang kekasih ketika SMA. Waktu itu aku masih sangat sehat dan bahagia. Waktu itu juga Pelangi masih sangat lugu dan lucu hingga akhirnya kami berpisah karena aku memutuskan untuk kuliah di Australia dan dia kuliah di Jerman.
Jarak yang begitu jauh membuat kami tidak bisa melanjutkan hubungan cinta ini. Sebenarnya bukan kami tapi aku karena hingga sekarang Pelangi belum mendapatkan penggantiku. Padahal semua orang tahu kalau ia begitu cantik, cerdas dan menawan. Semua cinta ditolaknya tanpa alasan. Kali ini aku merasa sungguh berdosa.

Aku sendiri sudah berganti pasangan berkali-kali dan yang terakhir dengan Bintang, gadis yang memiliki watak yang hampir sama dengan Pelangi. Aku bertemu dengannya ketika aku sedang membaca di perpustakaan kampus, di Australia. Ia benar-benar suka membaca, ia adalah mahasiswi Filsafat dan benar-benar paham betul dengan apa yang ia cari, dan aku sendiri seorang mahasiswa Teknologi Informasi yang tergila-gila dengan komputer melebihi apapun.

Setelah aku lulus, aku bekerja di sebuah perusahaan sebagai programer dan setiap hari setiap waktu aku bercinta dengan komputerku, bertahun-tahun, melupakan kekasih satu-satunya hingga pada titik jenuhnya aku terkapar di depannya. Waktu itu jam menunjukkan pukul dua dini hari dan aku masih mengerjakan pekerjaanku yang tak kunjung usai. Entah mengapa kepalaku sangat pusing, mataku mulai buram dan tubuhku sakit semua. Biasanya ini bukan apa-apa bagiku tapi waktu itu aku langsung jatuh pingsan dan aku juga mimisan -itu juga tidak pernah terjadi padaku-.

Keluargaku panik dan membawaku ke rumah sakit. Aku tak tahu apa yang dilakukan dokter hingga ketika aku sadar, aku harus menerima kenyataan pahit ini. Aku mengidap Leukemia stadium lanjut.
Awalnya aku merasa bisa mengatasinya, tapi tubuhku tidak. Aku tetap merasa lelah sepanjang waktu, rasanya ingin tertidur padahal pekerjaanku amat sangat banyak hingga tak ada waktu istirahat. Aku mulai cemas dengan keadaan ini, aku sering limbung dan terjatuh begitu saja, belum lagi kalau aku merasakan sakit disekujur tubuhku. Dokter menyarankan agar aku melakukan kemo terapi, tapi aku menolak karena efek setelahnya adalah momok bagiku hingga akhirnya Pelangi datang setahun lalu. Ia memaksaku dengan caranya.

Pelangi termasuk dokter spesialis muda, usianya dua puluh sembilan tahun sekarang. Ia spesialis kanker dan sangat pandai untuk membujuk pasiennya melakukan apapun yang benar-benar harus dilakukan. Aku melihatnya, ia tampak cantik dengan jas dokternya. Aku mau ikut kemo dan menanggung resikonya hingga segalanya merupakan suatu hal yang biasa untukku. Aku selalu muntah, pusing, lemas, dan rambutku rontok, itu juga sudah biasa bagiku asal ada Pelangi disampingku.

Pelangi yang hidupnya selalu berwarna...
Kurasakan tangannya menyentuh pipiku, tangannya sedikit kasar namun hangat. Itu caranya menenangkanku ketika aku sedang dalam kondisi buruk, apalagi sekarang. Aku akan selalu buruk, aku terlalu lemah hanya untuk sekedar berdiri sendiri, tubuhku penuh lebam dan tulangku nyeri. Kurasa aku sudah akan pergi secepatnya.
Aku pernah mendengar ketika Pelangi berbicara dengan ibu, umurku tinggal beberapa hari lagi. Dua tahun sudah aku mengidap penyakit ini dan beberapa hari lagi aku bisa bebas selamanya.

Orang bilang aku bisa sembuh dengan operasi namun sampai sekarang belum ada donor sumsum tulang belakang untukku, hanya ibu yang bisa namun ia tidak mencukupi kriteria kesehatan. Aku tidak masalah kalau harus pergi, toh masih ada kakakku, Thalia yang bisa menjaga ibu yang sekarang sudah menjanda setelah ayahku pergi.
"Nes, kamu harus makan sesuatu nak!" ibuku memaksaku untuk makan, namun aku menolak. Melihat makanan saja aku sudah muak, apalagi memakannya. Aku sudah beberapa hari ini tidak makan dan hanya bergantung pada injeksi.
"Nes, kasihan ibumu. Dia udah nungguin kamu lho!" cetus Pelangi dan ia pun tersenyum manis. Oh aku selalu ingin memilikinya walaupun itu mustahil.
"Aku capek Bu." kataku setengah berbisik karena kekuatanku sudah habis walau untuk berbicara sekalipun,
"Ibu tahu Nak! Makanya kamu makan. Nanti capeknya bisa hilang kok. Percaya deh sama ibu!" dan saat itu juga aku melihat air mata ibu berlinang, matanya berkaca-kaca.
Kuhapus air mata ibu, kucoba mengangkat tanganku yang kurus dan lemah ini untuk menghapus air mata itu. Yang tidak seharusnya menghujani malam hariku yang tenang ini. Demi ibu, aku mau beberapa suap. Demi ibu.

Nyaris setiap hari aku hanya melihat mata yang berkaca-kaca entah ibu, Thalia, Justin dan teman-temanku. Aku heran pada mereka. Emangnya kenapa kalau aku mati? Toh aku bukan seorang yang begitu spesial, aku biasa saja. Aku hanya senang melihat Pelangi, ia selalu tersenyum dan tenang ketika berhadapan denganku. Mungkin karena ia sudah banyak menangani pasien yang sepertiku.
Setiap pagi Pelangi mengajakku keluar kamar sekarang karena selama satu bulan aku hanya ada di dalam kamar itu saja dan tak pernah keluar. Dan aku sudah setahun berhenti dari pekerjaanku. Ini hal yang sangat tidak pernah kuduga. Sakit, berhenti bekerja, tidak jadi membahagiakan keluarga, dan pastinya tidak menikah.

'Know that I will never marry,
Baby, I'm just soggy from the chemo
But counting down the days to go’
-My Chemical Romance_Cancer-

Diluar aku merasa sangat aneh. Aku orang asing bagi dunia luar. Makhluk pucat dengan rambut yang nyaris habis, sangat lemah dan tidak berdaya ini mencoba untuk mencari udara luar yang memiliki atmosfer yang khas dengan cahaya matahari yang cerah dan meninggalkan ruangannya yang tertutup sekali serta penuh peralatan Rumah Sakit yang membuat setiap orang depresi karenanya.
"Kau tahu? Matahari pagi selalu mengingatkanku pada sesuatu." Kata Pelangi kepadaku,
"Ehm, sepertinya tidak. Kau ingat dengan apa?"
"Kau, senyummu, matamu yang dulu."
"Waktu SMA?"
"Tepatnya waktu pertama kali kita berkenalan."
"Kenapa? Waktu itu aku menyelamatkamu dari kakak kelas yang kejam."
"Waktu MOS." Pelangi kembali tersenyum, "Sampai kau mendapat gelar calon siswa terbaik."
"Haha, pemuda kekar yang tinggi dan tampan." kataku mengingatkan Pelangi waktu dia bercerita kepada teman-temannya tentang diriku.
"Ehm, dengan sorot mata yang menawan, senyumannya begitu manis. Iya, memang itulah kau sampai sekarang."

Aku mengugat pendapat Pelangi yang satu ini. Aku sekarang lebih buruk, putus asa dan tak berdaya.
"Kau bercanda. Sekarang aku berbeda." sergahku pelan,
"Bagiku, kau adalah kau. Sampai kapanpun." Nada bicaranya mulai cerah, mencerah.
"Kau tenggelam dalam masa lalu."
"Tidak sama sekali. Ingat? Aku menunggumu, Ernest."
"Seharusnya tak perlu karena percuma."
"Nyatanya aku bersamamu lagi. Setidaknya itu impas."
"Apa kau akan menikah jika aku pergi?"
"Mungkin."
"Menikahlah kalau kau mau. Jangan anggap aku lagi! Aku tahu kau profesional dalam hal ini."
"Iya, benar sekali. Selama kita tidak bertemu aku sudah berulang kali merasa kehilangan dan itu membuatku terbiasa."
"Siapa? Siapa yang pergi?"
"Adikku, Joshua. Sahabatku di Jerman, Terrece. Yah itu." kata-katanya terdengar amat tegar dan datar.
"Joshua? Dia meninggal? Kenapa?"
"Kau lupa? Dia sakit kanker. Dia yang membuatku ingin menjadi dokter seperti sekarang. Yah, walau ketika aku lulus dia sudah pergi."
"Iya aku lupa. Padahal dulu aku sering menjenguknya di rumah sakit."
Lalu suasana menjadi hening seketika. Aku tahu pasti dia ingat seketika dengan adiknya yang sangat dicintainya itu.
Entah mengapa aku ingin kembali ke kamarku. Aku berjalan terus perlahan-lahan dengan bantuan Pelangi hingga kembali ke kamar itu.

Aku kembali di atas tempat tidurku dan membaringkan tubuhku. Aku ingat hidupku tidak lama lagi,
"Aku tak percaya kalau sebentar lagi aku harus meninggalkanmu." Kataku pelan sambil menatap mata Pelangi sedalam yang aku bisa.
"Aku juga. Aku mencintaimu." Pelangi mulai menggenggam tanganku,
"Aku rasa ini tidak adil bagimu. TIDAK ADIL!" aku mulai berteriak, mulai membentak sejadinya, emosiku melonjak dan aku rasa aku benar-benar merasa berdosa dengannya,
"Mengapa?"
"Apa kau tidak merasakan? Kau menunggu lama untukku dan aku kembali untuk mengucapkan selamat tinggal untukmu. Adilkah itu semua?" Aku mencoba mengeluarkan seluruh tenagaku untuk ini.
"Sepertinya aku pernah mengatakan hal ini sebelumnya. Semuanya sudah terbayar setelah aku bertemu denganmu."
"CUKUP! Jangan bohongi aku! Bahkan kau telah membohongi perasaanmu sendiri! Munafik!" Aku semakin tidak tahu harus bagaimana mendengar jawaban Pelangi. Ia terus tersenyum. Tersenyum.
"Maafkan aku kalau kau tak menerima ini. Nes, aku tahu aku membohongi perasaanku, membohongimu dan mungkin aku munafik. Sangat munafik. Tapi asal kau tahu. Itu semua aku lakukan karena aku cinta kau. Aku coba melupakan kesedihanku, menjadi tegar, menjadi profesional di depanmu. SEBENARNYA TIDAK JUGA! Aku menangis dibalik semua ini! Menangis! Kau puas?!" Pelangi mulai meneteskan air mata dan emosinya meledak.
"Cinta pertamaku, kau. Dan aku belum bisa menggantikanmu hingga aku percaya aku harus berlari, Nes. Lari, jauh sejauh-jauhnya dari perasaan itu. Menjadi profesional seperti yang kau katakan. Sebagai dokter yang merawat pasiennya. Menikah dan melupakanmu." Ia terisak terus hingga aku tak tega untuk meneruskan ini.

‘I always knew the day would come
You'd stop crawling, start to run
Beautiful as beautiful can be’
-Miley Cyrus ft Billy Ray Cyrus_Butterfly Fly Away-

"Baiklah... Kau tahu? Suatu saat aku akan menunjukkan padamu tentang apa yang harus kau lakukan. Lan... Kau... Warna dalam gelapku. Ingat! Pelangi di malam hari. Itulah kau! Selama aku sekarat kau ada dengan senyum dan tawamu yang menghapus semua ketakutanku dan kesedihanku." Kuhapus air mata itu, hentikan semua ini. Mengapa aku harus selalu memulai kemarahan ini? Mungkin aku telah menambah beban untuk Pelangi. SIALAN! Aku bodoh sekali.
"Maaf... Aku mengganggu pagimu." Ia memegang tanganku yang masih membelai wajahnya.
"Tidak! Aku yang harus minta maaf dan sebenarnya aku yang mengganggu pagimu."
"Mungkin sebaiknya aku keluar."
"Jangan..." aku mencegahnya karena meski begitu aku tak bisa sendirian saat ini. Aku butuh seseorang untukku. Aku begitu takut. Takut akan apa saja.
"Baiklah. Tapi jangan lagi kau ulangi hal tadi. Ingat! Kita sama-sama profesional." Ia menyentuh pipiku dan menyeka air mataku, aku baru sadar kalau aku selemah itu. Aku bisa menangis. Menangis.
Pelangi...
Kau tahu? Aku damai sekarang. Aku bahagia dan jiwaku mulai bersemangat. Jiwaku ingin pergi secepatnya. Maafkan aku... Lagi.
Kutatap matanya yang indah dan berkaca-kaca itu
Aku merasa tak berdaya
Lemah sekali, aku lemah sekali
Begitu lemahnya sampai mataku terpejam
Terpejam...
Sunyi...
Antara hitam dan putih
Semuanya berakhir
Terima kasih Pelangi
Kini aku merasa ringan sepertimu
Hanya bertemu dan impas
Tetaplah tersenyum, 'profesional'
Mataku pun akhirnya terpejam
Untuk selamanya...
Kulihat semua orang berdiri disekitarku, tapi aku tidak bisa menyentuh mereka. Ragaku ada disitu dan aku disini. Sepertinya aku sudah menyelesaikannya. Aku tahu Tuhan sayang padaku dan semua orang disekitarku. Selamat tinggal semua, selamat tinggal pelangi di malam hariku...

The End
 
Semoga beberapa cerpen romantis di atas bermanfaat. (ws)
Back To Top